Kamis, 26 Maret 2009

Cerpen

Tentang moe!!


Tanah perkuburan itu masih basah dan merah. Belum juga bunga serta taburan daun pandan di atasnya. Tulisan pada nisan kayu itu juga masih jelas. Sunyi. Hening. Hanya ada detak kerinduan yang begitu memuncak. Kerinduan pada orang tercinta yang telah berpulang ke Rumah Tuhan.

Tiga hari yang lalu kulepas kepergianmu dengan do’a diselingi tangis pilu. Hari ini kembali kulalui jalan setapak menurun menuju pemakamanmu. Mataku kembali mendung. Tak mampu membendung, airmatakupun jatuh berurai. Aku menangis lagi di atas pusaramu. Lidahku terasa kelu untuk mengucapkan do’a. hanya bisa menangis.

Aku berharap ini semua hanya mimpi. Tapi bukan Dek! Nyata bahwa permataku telah hilang. Mentariku telah redup. Pohon yang kutanam kokoh kini mudah saja tumbang diterpa angin badai. Aku bagai sebatang ranting yang rapuh.

“Uni harus pulang!”kataku sore itu. Ya sayang aku harus tidur karena aku kerja shift malam waktu itu. Aku kerja mencari uang untuk membelikan permintaanmu. “Ila pengen sepatu sekolah barulah!”katamu beberapa hari sebelum tubuh lemahmu terbaring dirumah sakit hari waktu itu. Dikelas ekonomi karena memang waktu dan uang yang tidak memungkinkan. Semua berusaha memindahkanmu kekelas exclusive. Tenanglah..lagipula sebentar lagi kamu akan pulang bersama aku, Anya dan mama kerumah kita sayang, itu do’aku Dek!

“Ni cium Ila donk! Sekali ini aja!!”pintamu manja sebelum aku pulang. Dengan senyum aku cium pipi dan keningmu. Hangat. Kaupun tersenyum.

Aku tahu kau orang yang paling tegar yang pernah aku kenal semasa hidupku selain mama sayang, Aku merasa janggal dengan ciuman ini karena sebelumnya kita memang jarang salingberbagi kasih sayang walau jauh didasar hatiku aku sayang atas nama adik-adik dan keluarga. Aku ingin teriakan Dek betapa aku sayang kamu dan aku ingin selalu memeluk tubuh hangatmu juga mencurahkan kasih sayang yang aku punya.

“Uni pulang ya?”

Kau tak menjawab hanya mengangguk kecil tapi matamu seakan tak mau melepasku pergi sore itu. Kenapa sayang?

“Udahlah pulang aja, tar kan masuk malam kerjanya tidur dulu sebentar baru berangkat!”kata Onga. Aku tak tahu alasanmu kenapa kamu ingin selalu dekat Onga pada waktu dirumah sakit. Bukan Papa yang kamu inginkan selalu memeluk kamu dan temani kamu berzikir. Apa kamu marah sama Papa Dek? Gak mungkin! Nenek aja yang udah buat kamu tergeletak lemah dirumah saklit ini udah kamu ma’afin apalagi Papa, aku tahu itu…kamu pema’af.

Aku pulang…dan berharap dalam hati supaya kamu cepat sembuh dan kita bisa kumpul lagi dirumah kecil kita Dek.

Tuuuuut….Tuuuuuuut…

“Halo, Om mana Mama? Kok gak dia yang jawab telpon Ka?”

“Ada lagi sama Ila. Kenapa”Tanya Om diseberang sana.

“Ka maw kerumah sakit tapi sebelumnya ka maw ke pasar dulu belanja bikin lauk pauk buat Mama, Papa dan Om makan dirumah sakit”

“Oh ya tak apa, belilah dulu nti’ kesini aja.”

“Ya.”

Klik. Telpon kuputuskan. Aku dan Anya segera melangkah kepasar pagi itu. Belanja secukupnya lalu pulang karena aku ingin cepat ketemu kamu Dek. Setibanya di rumah cepat saja aku memasak ayam yang sudah kubeli. Tak lama datang Kakek yas, suami Adek tiri Nenekku. Tanpa sepatah katapun dia membawa Kakek dan Nenekku kerumah Om yang tak begitu jauh dari rumah kita dek. Aku tak peduli. Yang penting cepat masak dan ketemu kamu. Tapi hatiku tak tenang.

Tuuuuut…Tuuuuuuuuuuut..

“Lho HP Mama kok Om yang angkat? Ka maw ngomong sama Mama, mana?”

“Ka, Ila udah duluan Nak!”

“Maksud Om?”

“Ila sudah pergi dengan tenang…”suara parau Om diseberang sana membangunkan aku dari mimpi. Ini memang bukan mimpi Dek.

Innalillahi wainna ilahi roji’un. Ya Allah apa ini nyata atatu hanya mimpi?

Ya Allah tolong kuatkan aku, bergegas aku matikan api kompor yang sedang kugunakan untuk menggoreng ayam. Tak kuasa aku membersihkannya. Aku benar-benar lemas.

Segera kuhubungi teman dekat Adikku. “Halo Yani? Yan, tolong kasih tahu kakak kabar bahwa Adik kakak udah gk ada itu bohong Yan…..”tangisku pecah.

Tapi nampaknya jawabannya tak sesuai inginku

“Kak Yani udah dirumah sakit dari tadi, teman-teman yang lain juga udah. Kami udah taw dari td jam 7 pagi.”

Kenapa aku baru taw sekarang?? Sudah jam 9 Dek, Kakakmu ini baru taw kalo kamu udah menghadap Ilahi dari tadi pagi setelah subuh. Aku hanya bisa menangis…aku belum sempat belikan permintaan terakhirmu, Sepatu sekolah yang kamu maw.

Aku benar-benar hancur saat itu Dek! Itu yang kutaw, bahkan sempat terpikir untuk ikut aja denganmu kesana. Aku ingin ikut ke Syurga temani kamu dalam dinginnya kuburmu, peluk kamu erat agar kehangatan selalu milik kita. Menepis semua cacing tanah yang perlahan akan menggerogoti ragamu. Ya Allah kenapa tak Engkau biarkan orang yang selama ini selalu memberi aku masukan positif itu melihatku memakai toga? Aku ingin kamu lihat Dek!! Aku ingin bagi kebahagiaanku selesai Wisuda nanti dengan kamu. Banyak mimpi kita yang belum terwujud sayng.

Aku hanya bisa menangis sampai kamu terbujur kaku berjam-jam dihadapanku sebelum akhirnya dimandikan. Aku tak ingin buang kesempatan ini, kupandangi wajahmu yang selalu ceria, tetap tak kuasa menahan air mat ini. Satu persatu teman dan gurumu datang menenangkanku, tapi bukan itu yang kumaw.

Aku ikut memandikan jenazahmu. Tak ingin bagian kepala karena aku pastinya akan selalu menangis menatap wajahmu. Akhirnya aku putuskan untuk memandikan bagian kakimu. Dingin. Kubersihkan dengan seksama. Ma’afkan aku jika kakimu kurang bersih saat menghadap Ilahi sayang.

Aku ciumi wajahmu sebelum kainkafan putih itu membungkusmu. Masih tangis yang mengiringi pergimu. Sayang Peace in your rest, I love u My Sister… .

***

0 komentar:


Blogger Templates by Isnaini Dot Com and Construction. Powered by Blogger